Sabtu, 15 Mei 2010

Es batu balok merupakan produk pangan yang secara umum dianggap aman untuk dikonsumsi. Tetapi anggapan ini bertolak belakang dengan beberapa hasil penelitian Dosen dan Mahasiswa IPB yang menunjukkan bahwa dalam beberapa kasus, konsumsi es batu diketahui menjadi sumber pembawa penyakit. Apakah es batu balok layak dikonsumsi ?

Pada mulanya, es batu dibuat dan dimanfaatkan sebagai bahan yang dapat mempertahankan kesegaran atau memperpanjang umur simpan produk pangan seperti ikan, buah, daging, dan lain-lain. Pada perkembangan selanjutnya es seringkali menjadi makanan, tepatnya sebagai campuran minuman yang berguna sebagai pendingin minuman. Es dibuat dengan cara membekukan air hingga pada suhu di bawah 0 °C (273.15 K, 32 °F) ataupun di atasnya, tergantung dari tekanan atmosfer.(Wikipedia 2010)

Penggunaan es dalam minuman merupakan hal yang sangat umum ditemui. Penambahan es batu dalam minuman akan memberi rasa dingin dan segar pada minuman. Untuk beberapa jenis minuman seperti es doger, es cincau, dan es campur, es tidak hanya berfungsi untuk member cita rasa dingin dan segar, tetapi merupakan bagian dari minuman tersebut, sehingga penggunaan es tidak dapat di gantikan dengan menyimpan minuman tersebut dalam lemari pendingin.

Timbulnya penyakit yang berkaitan dengan konsumsi es dapat di sebabkan oleh praktek-praktek yang kurang memperhatikan faktor kebersihan dan sanitasi dalam penanganan es batu (meliputi pembuatan, pengemasan, penyimpanan, pengangkutan dan penggunaannya). Bahkan Baru-baru ini, sebuah stasiun televisi swasta menayangkan liputan mengenai es batu balok yang terbuat dari air yang berasal dari sungai Ciliwung, dan diproduksi tanpa dimasak terlebih dahulu, sehingga dapat dibayangkan bagaimana kualitas mikrobiologis es batu balok yang dihasilkan. (Liputan6 2005 )


Syarat mutu es batu di Indonesia diatur dalam SNI 01-3839-1995. Dalam SNI tersebut disebutkan bahwa syarat mutu es batu harus memenuhi syarat-syarat air minum. Untuk mutu mikrobiologis, di dalam 100 ml es batu tidak boleh terdapat bakteri indikator sanitasi (E. coli / coliform ), yang berarti 0 sel coliform per 100ml. Berdasarkan surat keputusan Dirjen POM nomor : 037267/B/SK/VII/89 bahwa batas cemaran MPN coliform per 100ml sampel adalah < style="color: rgb(2, 2, 3);">SNI 1995).

Mengenal bakteri Indikator Sanitasi dan Dampaknya

1. Coliform

Coliform adalah bakteri berbentuk batang, gram negative dan tidak berspora. Coliform terdiri dari 4 genus utama dari family Enterobacteriaceae : Citrobacter, Enterobacter, Escherichia dan Klebsiella. Dapat tumbuh pada suhu -2 0C hingga 50 0C dan pada kisaran pH 4.4 – 9.0 (Jay 2000). Coliform dapat tumbuh pada media yang mengandung garam bile, memfermentasi laktosa pada suhu 35-37 oC dengan memproduksi asam, gas, dan aldehid dalam 24-28 jam. Bersifat oksidase negtif dan menunjukkan aktifitas Ī²-galaktosidase. Coliform telah lama dikenal sebagai indikator sanitasi yang sesuai untuk air, terutama karena mudah dideteksi dan terdapat dalam jumlah yang dapat terhitung (WHO 1997).

Total Coliform meliputi spesies yang dapat hidup pada usus hewan berdarah panas atau terdapat secara alami di tanah, tumbuhan dan air. Biasanya terdapat pada air yang terpolusi fekal dan sering dihubungkan dengan Outbreaks penyakit. Walaupun umumnya tidak bersifat pathogen, keberadaanya pada pangan mengindikasikan kemungkinan adanya pathogen.

2. Escherichia coli

Bakteri indikator sanitasi digunakan untuk mendeteksi kontaminasi fekal pada air dan sekaligus juga mendeteksi kemungkinan adanya intestinal pathogens. E. coli, salah satu anggota coliform, selalu ditemukan pada feses sehingga dapat secara langsung dijadikan indikasi kontaminasi fekal dan kemungkinan adanya pathogen enteric. Disamping itu, beberapa strain E. coli juga bersifat pathogen (EPA 2002).

E. coli terdapat dalam jumlah besar di faeces manusia, dan hewan, dan umumnya tidak menyebabkan bahaya. Tapi, di bagian lain tubuh E. coli dapat menyebabkan penyakit serius, diantaranya infeksi saluran kemih, bacteraemia, dan meningitis. Selain itu keberadaan E. coli dapat menjadi indikasi keberadaan pathogen enteric (WHO 1997), yaitu bakteri penyebab infeksi saluran pencernaan seperti Vibrio Cholerae penyebab penyakit kolera, Shigella dysentereae penyebab disentri bailer, Salmonella thypi dan parathypi penyebab tifoid dan paratifoid, dan Entamoeba histolytiaca penyebab disentri amuba.

E. coli juga diketahui sebagai salah satu penyebab utama diare akut yang sering terjadi pada pendatang baru di Negara-negara asing tertentu (travelers diarrhea) (Jay 2000). Kasus outbreaks penyakit yang disebabkan oleh E. coli tidak banyak dilaporkan di Indonesia, walaupun tidak berarti tidak terjadi. Tapi di beberapa Negara di eropa, Amerika Utara, Australia, Afrika Selatan dan Jepang, outbreaks karena E. coli banyak dilaporkan (Sharp et al. 2000)


Mutu dan Keamanan Es Batu di Bogor


Proses pembuatan es juga dapat memengaruhi kandungan mikroorganisme pada es batu. Pada proses pembekuan lambat air bebas akan membentuk Kristal sehingga konsentrasi cairan ekstrasel meningkat, akibatnya akan menyebabkan dehidrasi sel mikroba. Jika proses pendinginan dilakukan lebih lanjut maka cairan dalam sel akan ikut membeku sehingga dapat membunuh mikroorganisme. Pada pembekuan cepat, Kristal es yang terbentuk relative kecil dan cairan dalam sel (intraseluler) akan cepat membeku. Selain itu, adanya thermal shock pada pembekuan cepat dapat menimbulkan efek letal pada mikroba karena mikroba tidak dapat beradaptasi (Hartini 2005 ). Dalam pembuatan es batu di Bogor dapat di perkirakan bahwa prosess pembekuan yang dilakukan adalah pembekuan lambat, sehingga bisa jadi terdapat mikroorganisme yang dapat beradaptasi pada proses pemnekuan dan dapat bertahan hidup.


Rendahnya mutu es batu di Bogor juga dipengaruhi oleh penerapan sanitasi dan hygiene yang rendah dalam penanganan es batu di Bogor. Dari hasil pengamatan di lapangan, dapat diidentifikasi beberapa faktor yang dapat menjadi sumber kontaminasi yagn menyebabkan buruknya mutu mikrobiologis es batu di Bogor.

Tabel 1. Sumber- sumber kontaminasi Es Batu di jalur Distribusinya di Bogor

No.

Sumber Kontaminasi

Keterangan

1

Pengangkutan

Menggunakan gerobak, motor, sepeda, diseret di atas tanah atau lantai tanpa menggunakan alas maupun pengemas.

2

Penyimpanan

Di tempat yang tidak dijaga kebersihannya, mudah kontak dengan tanah, bahkan diletakkan tanpa alas.

3

Alat-alat

Alat- alat yang digunakan dalam mengankut dan menghancurkan es batu yang tidak terjamin kebersihannya.

4

Pembersihan

Penggunaan air mentah untuk mencuci es batu, air yang digunakan untuk mencuci digunakan berulang-ulang.

5

Penggunaan tangan

Penggunaan tangna yang tidak terjamin kebersihannya sangat beresiko menjadi kontaminan.

6

Pembungkus

Karung dan pembungkus lain yang tidak terjamin kebersihannya.

7

Sumber-sumber lain

Tidak adanya kemasan menyebabkan mudahnya kontaminasi dari lingkungan (udara, tanah, air)


Tabel 2. Mutu mikrobiologis Es Batu di berbagai tempat

No.

Tempat penelitian

koliform

E. coli

Jumlah sampel

Sampel positif (%)

Jumlah sampel

Sampel positif (%)

1

Bogor

31

100

31

9.7

2

Semarang

-

-

-

46.4

3

Lowa – USA

22

4.5

22

0

4

Florida – USA

81

12.3

-

-

5

Irlandia

580

29.5

580

5.0

6

Inggris

3511

36.9

3498

7.0


Data dari table 2 menunjukkan bahwa mutu biologis es batu di bogor jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan mutu mikrobiologis es batu di beberapa tempat di Negara lain. Sedangkan jika dibandignkan dengan mutu mikrobiologis es batu di semarang, es batu di bogor memiliki nutu yang relative sama.


Mutu mikrobiologis es batu di pasaran tidak memenuhi syarat mutu yang ditetapkan sangat berisiko untuk menimbulkan penyakit (foodborne deseases) bagi orang yang mengonsumsinya. Hal ini sangat berbahaya mengingat es batu merupakan produk pangan yang dikonsumsi oleh hampir semua kalangan, termasuk anak-anak dan orang usia lanjut. Oleh karena itu mutu mikrobiologis es batu di pasaran sangat penting untuk diperbaiki, dengan cara memperbaiki penerapan sanitasi dan hygiene dalam proses pembuatan dan penanganan es batu. Mutu air yang digunakan sebagai bahan baku juga harus memenuhi syarat mutu air minum, serta perlu dipertimbangkan jenis kemasan yang sesuai baik dari segi keamanan maupun dari segi ekonomis. Selain itu perlu ditingkattkan pengawasan terhadap mutu es batu dengan cara pengujian mutu es batu si pasaran secara berkala.


Apa yang Harus Dilakukan?

Untuk menghindari penyalahgunaan es balok, maka perlu diperhatikan mata rantai produk es balok dimulai dari produsen hingga konsumen.

1. Produsen

Seorang produsen hendaknya memerhatikan mutu air yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan es serta perlu mengadakan perbaikan terhadap penerapan sanitasi dan hygiene dalam penanganan es batu.

2. Distributor dan pedagang minuman

Dalam menyalurkan es balok hasil produksi, distributor harus menggunakan kemasan yang sesuai untuk es batu baik dari segi keamanan maupun dari segi ekonomis, serta mengirimkan es batu sesuai kebutuhan konsumen, misalnya hanya memberikan es batu balok untuk digunakan sebagai bahan pengawet ikan, buah, atau untuk mendinginkan produk minuman dalam kemasan sehingga es balok tidak tercampur dalam produk minuman.

3. Konsumen

konsumen merupakan pihak yang sangat dirugikan terkait penyalahgunaan es batu balok sebagai bahan campuran minuman. Oleh karena itu konsumen harus memastikan asal es yang akan dikonsumsi. Bila berasal dari air yang layak dikonsumsi dan penyimpanannya terjaga, maka es tersebut aman dikonsumsi.


Daftar Pustaka

EPA. 2002. Method 1604: Total Coliforms and Escherichia coli in Water by Membrane Filtration Using a Simultaneous Detection Technique (MI Medium).

Hartini, U.S. 2005. Analisis Kandungan dan Kemampuan Bertahan Salmonella pada
Es Batu Dalam Rangka Evaluasi Keamanan Pangan
. Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Jay, J.M. 2000. Modern Food Microbiology, Sixth Edition. Aspen Publisher, Inc.
Gatherburg, Maryland.

Liputan6. 2005. Waspadai Penumpang Gelap Es Batu.
http://kontrakan.co.cc/2009/07/29/waspadai-penumpang-gelap-es-batu/

Sima, Antung Firlieyanti. 2005. Evaluasi Bakteri Indikator Sanitasi di Sepanjang
Rantai Distribusi Es Batu di Bogor
. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sharp, J.C.M. and W.J. Reilly. Surveillence of Foodborne Disease. Di dalam Lund,
B.M., T.C. Bird-Parker and G.W. Gould. 2000. The Microbiological Safety
and Quality of Food. Vol II. Aspen Publisher, Inc. Gathersburg, Maryland.

Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3839-1995. Es Batu. Dewan Standarisasi
Nasional. Jakarta.

WHO. 1997. Guidelines for Dringking-water Quality, 2nd Edition.

Wikipedia. 2010. Es Batu. http://id.wikipedia.org/wiki/Es.